- Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
- Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
- Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
- Passiva nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
- Protective principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara lain dari kejahatan diluar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
- Universality, asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber, asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”, pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara lain-lain, meskipun dimasa mendatang asas juridiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperticomputer, cracking, carding, hacking and viruses,namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-baras wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and password. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location
Minggu, 28 April 2013
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke Facebook
Cyberlaw sangat dibutuhkan,kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana,ataupun penanganan tindak pidana.Cyberlaw akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan denagn sarana elektronik dan komputer,termasuk kejahatan pencurian uang dan kejahatan terorisme.
Asas – asas Cyber Law
- Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
- Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
- Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
- Passiva nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
- Protective principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara lain dari kejahatan diluar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
- Universality, asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber, asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”, pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara lain-lain, meskipun dimasa mendatang asas juridiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperticomputer, cracking, carding, hacking and viruses,namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-baras wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and password. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location
0 komentar:
Posting Komentar